Sebelum ada listrik yang masuk ke wilayah Kuskoy, sebuah desa kecil di Turki, orang-orang di desa tersebut berhasil berbagi sebuah bahasa unik untuk berkomunikasi jarak jauh. Mereka menyebutnya “kus dili” yang jikalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Bahasa Burung”.
Akibat medan yang sulit, leluhur penduduk Kuskoy pun terpikir untuk membuat sebuah cara berkomunikasi jarak jauh yang sanggup mempermudah kehidupan mereka. Terinspirasi dari kicauan burung, mereka pun mulai menyiulkan kosakata bahasa sehari-hari mereka dan berbagi “bahasa burung” ini. Dengan kemampuan komunikasi unik yang sudah dikembangkan semenjak 400-an tahun yang kemudian tersebut, tak ayal desa kecil ini disebut sebagai Desa burung.
Dengan memakai siulan, energi yang mereka keluarkan menjadi lebih sedikit dibandingkan jikalau harus berteriak-teriak atau berjalan mendekati orang yang ingin diajak bicara. Terlebih lagi radius bunyi siulan lebih jauh dan lebih terang dibandingkan dengan bunyi teriakan.
Penduduk pun mulai terbiasa melaksanakan percakapan panjang memakai siulan. Hingga karenanya listrik masuk pada tahun 1986 ke desa tersebut, disusul dengan masuknya telepon seluler, menjadikan bahasa burung mereka mulai ditinggalkan. Selain itu, pemuda-pemuda mereka banyak yang merantau ke kota, dan bahasa burung pun semakin tersingkirkan.
Mehmet Fatih Kara, kepala desa Kuskoy, percaya bahwa bahasa burung harus tetap dilestarikan dan harus membuatnya menjadi lebih terkenal di kalangan anak muda. Festival Kuskoy pun dilakukan setiap tahunnya. Namun sayangnya bawah umur muda di sana tampaknya lebih tertarik untuk menari dan bermain musik daripada memakai bahasa burung.
Simak video percakapan memakai bahasa burung yang dilakukan oleh orang dari wilayah Kuskoy, Turki, berikut ini!!!
Referensi : merdeka.com