Jika burung Emu menimbulkan jalanan kota di Australia macet, lain lagi dengan di Roma. Jutaan burung yang terbang di atas kota menimbulkan “hujan kotoran burung” di kota tersebut. Jadi, untuk keamanan, warga kota harus memakai payung dikala keluar rumah.
Jutaan burung yang tiba ke kota tersebut gotong royong yaitu siklus tahunan. Setiap trend hirau taacuh jutaan burung akan mencari kawasan yang lebih hangat, dan gedung-gedung di kota Roma menarik perhatian mereka.
Awalnya burung-burung ini hanya menempati wilayah pinggiran kota, tetapi lambat laun mereka mulai bergeser ke dalam kota alasannya yaitu imbas panas yang dipancarkan dari gedung-gedung di kota. Diperkirakan, selama trend hirau taacuh (sekitar Oktober-Januari) ada sekitar 1,5 juta ekor burung yang melaksanakan perjalanan ke Roma.
Burung-burung ini, sebagian besar merupakan burung jalak, mencari makan di kebun zaitun di pinggir kota pada siang hari, kemudian kembali ke kota pada malam hari. Tak ayal, mereka meninggalkan begitu banyak kotoran di jalanan, atap mobil, dan atap rumah.
Sebenarnya dulu pemerintah sempat menyisihkan anggaran untuk menangani duduk kasus ini. Anggaran tersebut dipakai untuk menciptakan tiruan bunyi burung elang untuk menakut-nakuti para burung, serta pemangkasan pohon zaitun. Namun, tahun ini anggaran tersebut dipotong oleh pemerintah, sehingga pemda setempat tidak dapat melaksanakan tindakan menyerupai tahun-tahun sebelumnya.
Alhasil warga kota pun harus berjuang sendiri melawan hujan kotoran burung di hari-hari trend hirau taacuh mereka. Mereka harus memakai payung dikala keluar rumah, dan harus rajin-rajin membersihkan atap mobil, atap rumah, dan juga halaman rumah mereka. Bahkan salah satu jalanan di Roma harus ditutup alasannya yaitu intensitas hujan kotoran burung terlalu beresiko bagi pengguna jalan.
Referensi : tipspengetahuan.com